Kata Mereka, Anak Saya Memainkan Alat Kelaminnya

Reyne Raea
4 min readMay 23, 2019
unsplash

Rasanya bagai tersengat listrik, di beberapa malam lalu.

Shock!

Mungkin itu satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan saya, sesaat setelah membaca pesan dari aplikasi whatsapp ustadzah (guru) yang menjadi wali kelas anak saya, yang saat ini duduk di kelas 2 SD.

Really?

Anak saya yang bermata bundar itu, yang demikian manisnya itu, melakukan hal yang memalukan tersebut?

“Assalamu’alaikum bunda, mohon maaf baru bisa menginformasikan, beberapa hari ini mas Darrell bermain menimpa dirinya ke badan temannya, dan bercanda berlebihan. Tadi ada teman laki-laki yang melaporkan mas Darrell memainkan alat kelaminya dan memutar, kemudian lidahnya dijulurkan. Tadi kami sudah mengingatkan untuk membawa bajunya yang basah terkena air. Tapi baju merah putihnya masih ada diatas panggung depan kelas”

Demikian isi chat ustadzah sang wali kelas tersebut.

Rasanya shock.

Malu…

Kesal…

Ingin segera menampar anak...

Semuanya bercampur jadi satu.

Beruntung, anak saya yang dilaporkan oleh ustadzahnya tersebut sudah tidur saat itu, sehingga dia terbebas dari amukan saya yang bisa saja terjadi seketika.

Sebenarnya, di sudut hati saya lainnya, ada rasa tidak percaya jika anak saya melakukan hal tersebut. Minimal, dia tidak melakukan sevulgar itu.

Sejak resign dari dunia kerja dan memutuskan jadi ibu rumah tangga, saya seorang dirilah yang selalu mengasuh anak-anak, dengan baik pastinya.

Saya didik anak saya beberapa hal, di antaranya bahwa alat kelamin, bahkan semua area bawah pusar dan di atas lutut, itu tidak boleh dilihat apalagi disentuh orang lain.

Dan terlebih, setelah anak saya sekolah di SDI yang notabene basic agama Islamnya lebih kuat, dia tumbuh jadi anak yang lebih mengerti aurat, bahkan dia jadi jarang keluar dengan menggunakan celana pendek.

Anak bahkan bertindak semacam jadi alarm buat saya, jika berani keluar rumah tanpa memakai jilbab.

“mami, itu kan aurat!” demikian katanya selalu.

Akan tetapi, di sisi lain, saya masih sedikit trauma teringat beberapa bulan lalu, anak saya bercanda berlebihan hingga membuat teman perempuannya menangis, dan orang tua anak tersebut tidak terima dan marah .

Baca : Ketika Darrell Membuat Teman Perempuannya Menangis

Saya akhirnya memutuskan untuk mencari tahu masalah sebenarnya dari anak saya langsung.

Dan ketika keesokan harinya dia bangun sahur, saya menggunakan waktu tersebut untuk bertanya padanya,

Mami (M) : “Kakak kemaren emang bercanda kayak apa, kok bajunya basah?”

Kakak (K) : “Gak bercanda mi, cuman pas wudhu basuh tangannya kekencengan, akhirnya basah semua

M : “Iya, tapi itu kekencengan kan karena bercanda berlebihan, atau kakak yang memang suka bergerak berlebihan

K : “Iya, maaf mi

Saya jadi sedih, si kakak lekas minta maaf karena takut saya marah.

M : “Terus kemaren kakak bercanda gimana sama teman-temannya?

K : “Gak bercanda gimana-gimana, kok mi

M : “Cerita jujur dong sama mami, mami tahu loh kakak bercanda nimpa badan teman-teman kakak?

K : “iya mi, maaf mi

Benar kan, si kakak mencoba menghindari masalah daripada kena marah.

M : “Kakak kemarin kenapa liatin ‘lolo’nya” (sejujurnya, sampai detik ini, saya masih risih jika harus ngomong p*nis langsung ke anak, sejak kecil hingga kini, kami sepakat menyebutnya dengan sebutan ‘lolo’ . Akan tetapi, anak saya tetap tahu, jika ‘lolo’ itu adalah alat kelamin yang biasa dinamakan Qubul, dan itu aurat yang sama sekali tidak boleh diperlihatkan ke orang lain)

K : “Maaf mi, Darrell cuman main-main aja” (sampai di sini si kakak sudah mulai ketakutan dan mulai meneteskan air matanya, saya berusaha keras tidak menangis di depannya karena sedih si kakak sedemikian takutnya sama saya, tapi masih mau jujur).

M : “Kakak, liatin ‘lolo’ itu kan aurat kak, dosa banget! kakak liatin ke siapa?

K : “Liatin ke Hai…..” (saya nyaris pingsan, dalam pendengaran saya, itu adalah nama perempuan, apa??? dia memamerkan kelaminnya pada teman perempuannya? Ya Allah!!!)

M : “Sama siapa kak? mami gak jelas dengarnya?” (berusaha tenang, padahal nyaris nangis dan nyaris pengen jambakin si kakak, saking malu dan sedihnya)

Percakapan selengkapnya baca : Saat Anak Memainkan Alat Kelaminnya

Sungguh saya terpukul sekaligus bersyukur mendengar semua jawabannya.

Terpukul, karena saya merasa kecolongan sampai tidak tahu anak bisa bercanda berlebihan seperti itu, tapi bersyukur karena anak masih mau percaya dan bisa jujur kepada saya.

Meskipun demikian, hal tersebut menjadi pelajaran penting buat saya dan suami, untuk lebih memperhatikan perkembangan seksualitas anak sesuai usianya.

Khususnya buat para ayah, dampingilah anak lelaki kalian dan ajari mereka tentang seksualitas lelaki sesuai usianya.

Agar anak, tidak salah mengartikan seksualitas mereka.

Dan juga, pelajaran buat saya sebagai ibu yang notabene lebih banyak waktu mendampingi anak ketimbang suami, agar bisa lebih peduli dan tidak menyerah untuk sounding hal-hal mengenai aurat pada anak.

Semoga anak-anak kita, terhindar dari hal-hal yang merugikan akibat kesalahan pola pikir seksualitas dan aurat.

Aamiin

Salam

Reyne Raea

--

--